Selasa, 03 Agustus 2010

Wayang Semprot LPG (Ledakan Paling Ganas) Ki Setyo Handono

Keinginan Drestarastra untuk bersatu dengan Pandawa mendapatkan apresiasi positif dari Maharsi Bisma. Ia pun segera mengajak diskusi kecil-kecilan dengan sluruh hadirin yang masih ada di sana.
“Sukur ta ngger…, sebenarnya saya sendiri sudah lama memendam perasaan ini. Saya sebagai orang tua sangat kecewa jika niat mulia ini tidak pernah terjadi… umur saya ingin aku habiskan untuk mencurahkan seluruh kasih sayang kepada anak-anakku semua, demikian juga aku juga melihat anak-anakku ingin berbakti kepadaku… tapi sampai sekarang belum juga terlaksana…” jelas Resi Bisma penuh dengan bijaksana
“Leres, betul …ngendika Sang Maharsi, saya ini sebenarnya juga sudah lama punya cita-cita menyatukan Kurawa dan Pandawa. Hanya saja saya belum berani blaka suta, matur terus terang…., jangan-jangan nanti saya dikira tumbak cucukan, nanti saya dikira cari muka, cari jabatan… betul paduka, sampai-sampai keinginan ini membuat TBC saya kambuh. Terus saya saban hari punya keinginan, kapan kalau suatu saat Maharsi Bisma rawuh siniwaka, meeting di Kurawa aku bakal menyampaikan semua ini dalam forum, ing mriku kula bade ngesokaken panguneg-uneging manah biar tidak membuat sesak di dada…” sahut Panembahan Durna mantap
“Oh, Subhanallooh, …jagaad dewa bathara, jebulnya ternyata tidak hanya aku saja ta yang punya niat baik seperti itu oh, Kaki Prabu!”
“Dhawuh Rama” jawab Drestrarastra
“Kaki Prabu mestinya kan masih ingat ta, ketika Pandhu mau meninggal dulu pernah mewasiatkan apa?”
“Berhubung anak-anak Pandhawa masih kecil-kecil maka pada waktu itu Negara Astina dititipkan hamba, Sang Maharsi…”
“Terus siapa yang jadi saksinya dan yang tanda tangan surat wasiat ketika itu?”
“Nun inggih, Prabu Matswapati, Prabu Drupada, Resi Abiyasa dan paduka Maharsi Bisma…”
“Isinya apa?”
“Kelak kalau anak-anak Pandhawa sudah dewasa negeri itu harus diserahkan kepada Puntadewa…”
“Terus sadarkah kamu kalau sekarang itu kamu mengingkarinya…..pendawa kamu sengsarakan urip-nya, kamu telantarkan hidupnya, kamu musuhi…”

Mata Drestrarastra terbelalak, mulutnya menganga, air matanya berlinang, tak disangka pertanyaan yang menyudutkan dirinya itu bagaikan ledakan LPG yang menyambar kepalanya “DUUARRRRRRR” seisi rumah lumat hancur berantakan, badan Sang Drestrarastra lemah lunglai meraih telapak kaki Sang Maharsi….
“Aduh Sinuhun… saya yang salah saya yang curang…huuuuuuuuu…., aduh yayi ratu…yayi ratuu…
“Dhawuh sinuwun…” jawab Dewi Gendari sambil berlinang air matanya
“Tuntunen aku yayi…yayi… aku kepingin nggoleki Pandhawa, oh Puntadewa, Wrekudara, Janaka, Pingsen dan Tangsen, kamu ada dimana anakku, ampunilah dosa pamanmu ya ngger….”

Drestrarastra segera turun dari dampar kencana dituntun Dewi Gendari keluar pergi meninggalkan istana mencari di mana keberadaan anak-anak Pandhawa. Gending Sampak Slendro nem seseg mengalun mengiringi kepergian Drestrarastra dan Dewi Gendari. Sementara di dalam istana yang tinggal hanya Patih Sengkuni dan Maharsi Bisma…
Bagi Sengkuni masalah ini termasuk Ledakan Paling Ganas (LPG). Betapa tidak, karena semua kebijakan yang dikeluarkan oleh Drestrarastra adalah hasil provokasinya. Termasuk di dalamnya adalah mengkhianati isi wasiat Pandhu dalam hal titipan Negara tersebut. Untuk itu sekarang dia bagaikan berada di depan mulut singa. Sang Bisma adalah ksatria pilih tanding yang memiliki kesaktian yang luar biasa, pastilah hari itu dia bakal dihukum berat oleh Sang Maharsi, oleh karena itu tiada pilihan lain dia harus memutar otaknya agar dia selamat dari jeratan hukum yang berat….

VIDEO ‘ PERSIS ARTIS’ Ki Setyo Handono

Resi Bisma ikut merasakan sedih ketika Drestarastra menangis di hadapannya. Diambilnya saputangan kumal dari saku celananya. Ia kemudian mengusap matanya yang tuna penglihatan. Air matanya meleleh deras membasahi pipinya yang keriput. Sementara tangannya bergerak mencari posisi tubuh Dewi Gendari yang ada di sampingnya
“Nyai Ratu, awakmu apa ya setuju jika Pandhawa dan Kurawa bersatu?”
“Inggih…, kakang adipati, saya setuju sekali… tapi apakah mereka mau kakang?”
“Maksudmu, apa dengan keadaan di sisni yang serba kekurangan ini mereka akan seneng?”
“Betul kakang, mereka terbiasa dengan kondisi modern, fasilitas lengkap, berstatus SBI lagi. Sementara kita terdaftar saja belum, apalagi SSN..”
“Ya, sudahlah Gendari, duduklah yang tenang. Terus panembahan Durna kepriye?”
“Saya bahagia dan mendukung, Resi…malah saya punya gagasan akan mendirikan sekolah keprajuritan terpadu berskala internasional berbasis iman dan takwa”
“Betul, aku merasakan jika persatuan kekeluargaan antara anak-anak Barata bubar, maka dunia ini akan menjadi runyam hancur berantakan. Oleh karena itu jika rencana ini terwujud, aku akan menyelenggarakan pendidikan gratis, murah, nginternasional, ora trima RSBI, yen perlu RSUD; Rintisan Sekolah Udan Duit, terus biaya kesehatan murah, obat murah, dokter murah, sandang pangan murah, wis.. pokoknya kalau Pendawa Kurawa bersatu, semua fasilitas untuk rakyat semuanya serba murah…, rakyat nggak perlu gontok-gontokan rebutan jabatan, kalau perlu pemilukada bakal aku hapus, sebagai gantinya nanti ada uji keleyakan dengan seleksi ketat, team pengujinya kredibel, akuntabel…” sahut Maharsi Bisma menyela.
“Oh lole…loleee, manuk puter mencok ning omah joglo, wong pinter senengane mangan wong bodho, duh grahat… duh grahat pejabat sambat urip ora kuwat gajine mung sak milyat, bojo papat kabeh njaluk tempat… oalah ndonya arep kiamat… Nun inggih sang maharsi, saya sungguh bahagia mendengar rencana ini, kelak kalau Pendawa dan Kurawa bersatu maka saya akan mendirikan sekolah militer terpadu bertaraf internasional juga, bahkan saya juga akan menyiapkan atlet-atlet panahan yang handal ..”
“Tapi ada satu catatan untuk Wak-ne Gondhel…”
“Apa Patih Sengkuni?”
“Sampeyan nggak boleh pilih kasih. Sebab selama ini sampeyan cenderung condong kepada anak-anak Pendawa. Mentang-mentang mereka kaya-kaya, cakep-cakep, dan pinter-pinter, …. itu namanya diskriminasi pendidikan, sampeyan nggak sadar bahwa hidup sampeyan itu ndik Kurawa, makan dan minum dari gaji negeri Kurawa, bahkan sampeyan telah ikut sertifikasi guru di Sukolima, itu namanya memakan gaji buta namanya…”
“Oh dasar Sengkuni udele bodong, lha ya wis sak mestine ta aku mulang mereka, lha mereka itu rajin belajar, tertib, nggak pernah bolos, dan cerdas lagi, sedangkan adik-adikmu kerjaannya hanya mbolos melulu, sedikit-sedikit demo, merusak, ngamuk, ngambek, apalagi itu Si Citraksa, dan Si Citraksi….”
“Lho!, anak dua itu kan berkebutuhan khusus, jadi jangan diperlakukan sama dengan Dursasana dan kawan-kawan…”
“Apalagi Si Dursasana, dia itu kerjaannya Cuma SMS-san. Kemana-mana petetang-peteteng pamer HP berisi gambar-gambar porno. Malah ini tadi dia nggak datang, pasti dia lagi chating di bawah pohon sana kan?, coba kamu intip, pasti dia lagi buka video mesum Luna Mayang, yang lagi gentayangan saat ini…, itulah anak-anak Kurawa, pikirannya ngeres, jorok, nggak mau maju seperti anak-anak pendawa…”
“Gimana mau maju, lha wong gurunya lebih banyak tugas di luar, sekolahnya sendiri nggak pernah diopeni….”
“Sudah…sudah… semuanya jangan saling berdebat, ayo sekarang kita mantabkan tekad kita untuk bersatu” pangkas Maharsi Bisma.
“Silakan Wak-ne Gondhel… aku nggak mau ikut-ikutan koalisi murahan ini..”
“Kamu mau kemana?”
“Mau gabung Dursasana, lihat video ‘persis artis’ “….

Koalisi Setengah Hati Ki Setyo Handono

Suasana menjadi hening ketika Resi Bisma ingin mengeluarkan kata-katanya.
“Anak prabu…., setiap kali aku datang kemari kamu kok kelihatan cemas, kuwatir, dan seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Terbukti dudukmu tidak tenang, wajahmu kelihatan pucat pasi. Ngger… mumpung para pinituwa lagi pada berkumpul, bicaralah apa adanya, e e e, siapa tahu diantara kita ini ada yang bisa mengurai masalahmu. Sudahlah anak prabu, berterusteranglah, jangan terbiasa menyimpan masalah, nanti akibatnya kurang baik lo….”
Tiba-tiba Drestrarastra menundukkan wajahnya menangis pilu. Sendhon Tlutur, laras slendro pathet nem membahana mengharukan…

Surem-surem diwangkara kingkin, lir manguswa kang layon , denya ilang memanise. Wadanananira landhu kummel kucem rahnya mratani, oooong………

“Oh Rama… tetungguling barata, betapa kengennya hati ini tatkala paduka lama tidak berkunjung kemari. Akan tetapi tatkala paduka sudah berada di tempat ini, hati ini laksana disasyat sembilu, sedih, pedih, kami bingung, stress berat, terus mau berbuat apa?, bunuh diri?, ngamuk bakar-bakar gedung, pendapa kabupaten,mobil, atau rumah dinas, oh tidak rama… saya tidak serendah mereka, saya masih punya sifat welas asih rama, tolonglah kami rama, tubuh ini seakan dibelenggu oleh api yang membara rama…”
“Oh… jagad dewa bathara, iya ngger semua manusia nggak ada yang tidak pernah merasakan kecewa, sedih, dan takut. Lebih-lebih jika menghadapi pemilu kada seperti akhir-akhir ini….”
“Lho Rama kok menyangkutpautkan dengan pemilukada ta, maksudnya gimana?”
“Eh hiya anak prabu, sekarang ini bumi Ngastina lagi panas membara. Orang-orang pemburu harta dunia berebut jabatan. Mereka menebar muslihat, obral janji, kipas sana kipas sini, menebarkan permusuhan, pura-pura dermawan, memproklamirkan diri bagai pahlawan. Dana hutang-hutangan milyaran rupiah, mereka hambur-hamburkan, menggalang dukungan dan menggalang kebencian kepada lawan. Siang malam relawan, alias makelar bayaran bergerilya mengobral fantasi sang kandidat ibarat pahlawan tanpa cacat, tubuhnya mengkilat bagai mobil yang baru dicat, bersinar tajam bagaikan kilat. Sigap trengginas bagaikan pesilat.Pokoknya fanatisme bayaran telah mengaburkan niat jahat dari sang kandidat, tak peduli, rakyat, pejabat atau aparat, mereka ngadat bakal disikat …”
“Wah nuwun sewu resi,…” sela Durna
“Hiya , ada apa adhi Resi”
“Politisi itu modalnya ada dua kok. Satu, obral janji, yang kedua ingkar janji. Jadi kalau jabatannya sudah di dapat, kita jangan mengharap janji-janji itu terpenuhi, pokoknya jangan percaya sama politisi…”
“Eh, saya kira nggak semuanya begitu. Cuma ya sedikit sekali yang tidak ber-money politik, dan ingkar janji seperti itu, tapi ya rata-ratalah mereka seperti itu. Sudah… sudah aku tak ngomong dulu sama anak prabu…, eh, anak prabu?, tolong ceritakan, apa yang membuatmu sedih?”
“Rama, setiap malam saya bermimpi kalau yayi Pandu tengah merangkul Puntadewa dan Duryudana. Meraka disaksikan oleh anak-anak Pandawa dan Kurawa. Hatiku trenyuh, haru, saya kepingin mereka membangun koalisi abadi, berbeda dengan para politisi tadi, saya bahagia sekali rama, jika Pandawa dan Kurawa bersatu…” sambil mengusap air mata
“Oh iya kaki prabu, rama doakan semoga niatmu tadi tidak hanya sebatas kolaisi setengah hati, tetapi benar-benar koalisi abadi…”
“Betul… betul Sang Maharsi, saya juga mendukung upaya koalisi ini. Sebab saya juga sudah lama menggagas masalah ini, tapi mesti setiap ada upaya untuk mewujudkannya pasti ada provokatornya…”
“Siapa dia ?”
“Ah, paduka pasti sudah mengenalnya, dia ada di sini kok. Sudahlah kita lihat saja pasti upaya ini akan teganjal lagi di tengah jalan..” BERSAMBUNG

WANA KANDHAWA Oleh: Ki Setyo Handono

Udara panas tiba-tiba menyembul membahana di musim hujan. Negara Hastina tiba-tiba menjadi ’sumuk’, Sang Prabu Drestarastra nampak membuka baju beskapnya, sambil mengibas-ibaskan tangannya, mengipas keringat yang membasahi dadanya. Semua yang hadir nampak terheran-heran, ndak biasanya sang prabu berlaku seperti itu. Biasanya beliau dikipasi oleh dua dayang yang selalu ada di sampingnya. Namun kali ini dua-duanya izin ’ngurus’ anaknya yang mengikuti ujian susulan, lantaran mereka tidak dinyatakan lulus UN (Ujian Ngastina).
Tepat jam 09.00 pagi, para undangan yang diundang oleh Prabu Drestarasta satu per satu hadir memasuki ruangan. Dewi Gendari segera menyambut Sang Maharsi Bisma, Begawan Drona, Duryudana dan Patih Sengkuni.
Berdasarkan jadwal protokoler kerajaan, hari itu mereka akan membahas dan mengevaluasi pelaksanaan UN yang baru saja selesai dilaksanakan di Ngastina. Lumayanlah, hasilnya jeblok sana-sini. Banyak siswa yang stres, guru yang kalang kabut, kepala dinas yang malu, dan kepala sekolah yang cemas. Mereka adalah pelaksana lapangan yang bertanggungjawab dengan taruhan prestis dan jabatan. UN telah menjadi indikator berhasil tidaknya pembelajaran di Ngastina. Sebuah keputusan yang melahirkan kontrasespsi (baca; kontra persepsi), kontraversi (baca: kontra dengan versinya MA), silang pendapat, bahkan tindakan boikot yang dilakukan oleh beberapa sekolah swasta di Ngastina. Bayangkan, sekolah bertahun-tahun, lha kok yang dijadikan tolok ukur kelulusan kok cuma empat pelajaran... Prabu Drestarastra benar-benar pusing tujuh keliling
Leng-leng ramyaning kumenyar, mangrengga ruming puri... ooong, mangkin tanpa siring halep nikang umah mas lir murubing langit tekwan sarwa manik...ooong
”Yayi ratu !”
” Nuwun wonten pangandika, kanda Prabu?”
”Apakah para undangan telah hadir semua, Gendari?”
” Betul kanda, mereka sudah hadir semua”
”Siapa saja yang hadir?”
” Putra paduka, Pangeran Adipati Anom Duryudana, ayahnda Talkandha, Maharsi Bisma, dan Begawan Drona.....”
” Oh, tidak ku sangka, ternyata para pejabat Ngastina begitu besar menghargai undanganku, lha terus Sengkuni apa ya telah hadir”
”Nun inggih sampun, malah dia agak duduk menjauh sinuwun....”
”Kenapa?”
”Inggih kanda, dia lagi main-main HP, mungkin ada teman yang menghubunginya”
”Ya.., biarlah tidak jadi apa. Nyuwun pangapunten kanjeng rama Bisma, izinkan saya menyampaikan selamat atas kedatangan paduka” sela Prabu Drestarastra
” Wah, iya anak prabu, atas segala doamu perjalananku selamat tiada halangan, mudah-mudahan kedatanganku menambah rekatnya hubunganku dengan anak prabu sekeluarga”
”Kalingga murda, mudah-mudahan doa rama menambah kekuatan kami dan semua rakyat di Ngastina, ... Begawan Drona, bagaimana perjalananmu kemari?”
”Oh, jograhat..jograhat waru gembol monyor, monyor, cah ujian padha nyonyor, pendidikan tambah asor, kepala dinas katon ndlosor, kepala sekolah jabatane nggleyor, hawloh... hawloh, awit pangestu Njeng Padukendra saya selamat dari bahaya, sembah saya nok, nok, non...”
”Ingsun terima sembah baktimu, semoga menambah kekuatan saya, dan menjadikanmu bahagia selama-lamanya Druna?”
”Aduh Sinuwun, terima kasih yang sedalam-dalamnya mudah-mudahan sabda paduka menjadi benih suci batin saya dan lestarinya pengabdian hamba kepada paduka..”
”Oh iya Dhi, nikmati dudukmu terlebih dahulu aku akan menyapa dulu Si Pangeran Adipati Anom. Ngger Adipati Anom, kamu jangan sampai meninggalkan kewajibanmu ya ngger, selaraskan semua ucapan dan tindak-tandukmu , ingat setelah Pemilukada nanti kamu bakal menggantikan kedudukan rama ya ngger..”
”Pangestu paduka kanjeng rama, siang malam team sukses telah berjuang untuk memenangkan saya, mereka telah sagolong sajiwa dengan rakyat . Bahkan survey membuktikan bahwa hamba mendapat dukungan paling kuat !”
”Itu baru teori di atas kertas, pembuktiannya nanti setelah pemilukada. Untuk itu ngger, kamu jangan bertindak anarkis jika nantinya kalah, apalagi menyewa perusak bayaran untuk merusak mobil dan gedung-gedung... jangan ya ngger kamu itu masih ketitipan iman dan taqwa ya..., itu bukan kelakuan manusia, tapi iblis laknat !”
”Kasinggihan dhawuh paduka, rama prabu”
”Anak prabu !!” tiba-tiba Maharsi Bisma menyela
BERSAMBUNG